Menguak Alasan di Balik Desakan Pemerintah untuk Menaikkan PPN Jadi 12%

Co.id Selamat membaca semoga bermanfaat. Pada Postingan Ini saya akan membahas perkembangan terbaru tentang internasional. Artikel Terkait internasional Menguak Alasan di Balik Desakan Pemerintah untuk Menaikkan PPN Jadi 12 Jangan kelewatan simak artikel ini hingga tuntas.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, memberikan kritik tajam terhadap niatan pemerintah untuk menggeser tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Langkah ini dilakukan di saat masyarakat tengah mengalami penurunan daya beli.

Ekonom senior dan mantan Wakil Menteri Keuangan, Anny Ratnawati, menyampaikan pandangannya tentang keputusan pemerintah tersebut. Dia mencurigai bahwa motivasi di balik pengenalan PPN yang lebih tinggi ini berkaitan dengan kebutuhan dana pemerintah untuk membiayai berbagai program dan menghadapi utang yang jatuh tempo pada tahun 2025 dan 2026.

Anny berpendapat bahwa meski pemerintah memerlukan peningkatan penerimaan negara, langkah menaikkan PPN ke level 12% justru dapat memperburuk situasi perekonomian. Dia memperkirakan bahwa kebijakan ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, yang akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi nasional yang diprediksi berada di bawah 5%. Selain itu, dia menambahkan bahwa adanya kenaikan iuran seperti BPJS Kesehatan dan subsidi BBM juga akan menjadi beban tambahan bagi warga.

“Sejumlah isu ini semakin memperkuat kekhawatiran mengenai kekuatan daya beli masyarakat menengah,” ungkap Anny. Dia juga memperingatkan bahwa jika PPN naik menjadi 12%, maka konsumsi rumah tangga bisa turun hingga 0,26%, yang akan berdampak signifikan mengingat konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 53% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dengan segala dampak yang mungkin terjadi, jika pemerintah tetap pada rencananya untuk menaikkan tarif PPN, bisa jadi pertumbuhan ekonomi tahun depan akan tertekan, mengakibatkan kondisi ekonomi yang lebih sulit bagi masyarakat.