Presiden Biden Terangkum: Mengapa Ibu Kota Indonesia Perlu Beralih?

Co.id Mudah-mudahan selalu ada harapan di setiap hati. Hari Ini mari kita eksplorasi potensi internasional yang menarik. Artikel Ini Membahas internasional Presiden Biden Terangkum Mengapa Ibu Kota Indonesia Perlu Beralih Jangan sampai terlewat simak terus sampai selesai.

Tahun 2021 menjadi titik perhatian bagi Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA, yang menyatakan bahwa peningkatan suhu global serta mencairnya lapisan es menimbulkan risiko serius bagi kota-kota pesisir, termasuk Jakarta. Fenomena ini dapat mengakibatkan banjir yang semakin parah dan luapan air laut yang kian meluas.

NASA juga mempublikasikan serangkaian gambar dari Landsat yang menunjukkan perkembangan Jakarta selama tiga dekade terakhir. Salah satu gambar menunjukkan kawasan Jakarta pada tahun 1990, di mana lahan buatan serta pembangunan baru mulai menjangkau perairan dangkal di Teluk Jakarta. Setidaknya 1.185 hektar lahan baru telah diciptakan di sepanjang pantai untuk memenuhi kebutuhan pembangunan tersebut.

Di sisi lain, perubahan dalam struktur kepemimpinan juga terjadi dengan pengunduran Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono, dan Wakilnya, Dhony Rahajoe. Posisi ini kini diisi sementara oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, dan Wakil Menteri Agraria, Raja Juli Antoni.

Dalam konteks ancaman kenaikan permukaan laut, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menyoroti perkembangan ibu kota baru di Indonesia, IKN Nusantara. Dalam pidatonya pada Juli 2021, ia mengungkapkan kekhawatirannya akan kenyataan bahwa Jakarta dapat tenggelam akibat perubahan iklim. Apa yang akan terjadi di Indonesia jika dalam sepuluh tahun ke depan, mereka terpaksa memindahkan ibu kotanya karena terendam air? ujarnya.

NASA mencatat bahwa rata-rata kenaikan permukaan laut global mencapai 3,3 mm setiap tahunnya, dan badai hujan semakin intens seiring pemanasan atmosfer yang berkelanjutan. Dengan situasi ini, banjir menjadi semakin umum. Selain itu, penebangan hutan dan pengurangan vegetasi di sepanjang sungai Ciliwung dan Cisadane juga mengakibatkan berkurangnya kemampuan penyerapan air, yang berkontribusi pada terjadinya limpahan dan banjir bandang.