Kenali Dua Arsitek Pajak di Indonesia yang Buat Warga Resah!

Co.id Selamat membaca semoga bermanfaat. Hari Ini saya mau menjelaskan berbagai aspek dari internasional. Catatan Singkat Tentang internasional Kenali Dua Arsitek Pajak di Indonesia yang Buat Warga Resah Mari kita bahas selengkapnya sampai selesai.

Pada tahun 1870, sejumlah negara modern mulai memberlakukan sistem pemungutan pajak dengan lebih teratur, yang mencakup pajak pribadi, pajak usaha, dan pajak atas transaksi jual beli. Hal ini menjadi langkah signifikan dalam sejarah perpajakan.

Di Jakarta, kabar mengenai rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang dijadwalkan berlaku pada Januari 2025 memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Jika kenaikan ini terwujud, dikhawatirkan rakyat akan menghadapi beban yang lebih berat, terutama bagi mereka yang sudah berjuang dengan pendapatan yang minim.

Dalam sejarahnya, sistem pemungutan pajak tidak selalu diterapkan secara merata. Firaun, sebagai penguasa Mesir kuno, menerapkan sistem yang bersifat penyesuaian, mengenakan pajak tinggi pada lahan yang sangat produktif, sementara lahan non-produktif dikenakan pajak lebih rendah. Meskipun sistem pajak berhasil meningkatkan pendapatan negara, rakyat terpaksa bekerja lebih keras agar penghasilannya tidak habis hanya untuk membayar pajak.

Sementara itu, Raffles, penguasa kolonial Inggris di Indonesia, mengintroduksi sistem pajak yang berbeda. Ia menetapkan pajak tanah yang diberlakukan pada petani per individu, bukan berdasarkan desa. Meskipun telah berkontribusi pada pendapatan pemerintah Hindia Belanda, sistem ini lebih menguntungkan bagi penguasa ketimbang rakyatnya.

Belum ada keseimbangan yang memadai antara kewajiban perpajakan dan manfaat yang diterima rakyat. Sistem pajak modern seharusnya tidak hanya bertujuan untuk menambah pendapatan, tetapi juga sebagai alat untuk meratakan kesejahteraan. Namun, setelah lebih dari dua abad penerapannya di Indonesia, tujuan ini masih jauh dari kenyataan.