• Default Language
  • Arabic
  • Basque
  • Bengali
  • Bulgaria
  • Catalan
  • Croatian
  • Czech
  • Chinese
  • Danish
  • Dutch
  • English (UK)
  • English (US)
  • Estonian
  • Filipino
  • Finnish
  • French
  • German
  • Greek
  • Hindi
  • Hungarian
  • Icelandic
  • Indonesian
  • Italian
  • Japanese
  • Kannada
  • Korean
  • Latvian
  • Lithuanian
  • Malay
  • Norwegian
  • Polish
  • Portugal
  • Romanian
  • Russian
  • Serbian
  • Taiwan
  • Slovak
  • Slovenian
  • liish
  • Swahili
  • Swedish
  • Tamil
  • Thailand
  • Ukrainian
  • Urdu
  • Vietnamese
  • Welsh
Hari

Your cart

Price
SUBTOTAL:
Rp.0

Prabowo: Kembalikan Bulog ke Jaman Soeharto, Apa Angin Segar atau Bumerang?

img

Co.id Semoga hidupmu dipenuhi cinta dan kasih. Di Blog Ini mari kita bahas internasional yang lagi ramai dibicarakan. Pemahaman Tentang internasional Prabowo Kembalikan Bulog ke Jaman Soeharto Apa Angin Segar atau Bumerang Tetap fokus dan simak hingga kalimat terakhir.

    Table of Contents

Pemerintah Indonesia kini berencana untuk merombak struktur Perum Bulog agar lebih berfokus pada stabilisasi pangan, seiring dengan target swasembada pangan yang ditetapkan untuk tahun 2027. Perubahan ini bertujuan untuk mengatasi dualisme peran Bulog, di mana lembaga ini tidak hanya bertugas menjalankan penugasan dari pemerintah tetapi juga perlu mengembangkan fungsinya di bidang komersial.

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, mengemukakan bahwa Bulog akan menjalani transformasi menjadi lembaga yang lebih berorientasi non-komersial, menghilangkan tujuan profit. Dengan langkah ini, diharapkan fungsi Bulog sebagai stabilisator pangan dapat dioptimalkan, seperti saat era Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Praktik pengadaan dan distribusi yang kurang transparan dalam sistem Bulog sebelumnya dinilai telah membuka peluang bagi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang berujung pada tingginya biaya ekonomi, yang pada akhirnya membebani keuangan negara. Menurut Zulkifli, sistem yang ada selama ini tidak menciptakan efisiensi, tetapi justru memperkuat jaringan kepentingan tertentu.

Di sisi lain, jangkauan operasional Bulog yang luas memungkinkan dalam stabilisasi harga berbagai komoditas pangan di seluruh tanah air. Namun, implementasi sistem monopoli justru menghasilkan inefisiensi di pasar. Terdapat kekhawatiran bahwa penugasan pemerintah dapat mengurangi potensi keuntungan dari penjualan komersial Bulog, sehingga mengganggu stabilitas harga pangan yang sesungguhnya.

Eliza Mardian, seorang pengamat pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, menunjukkan bahwa salah satu keunggulan Bulog pada era Soeharto adalah kemampuannya dalam menjaga stabilitas harga pangan. Namun, di masa kini, Bulog terbentur regulasi yang mengharuskan penyerapan gabah petani sambil mempertahankan arus kas melalui keuntungan komersial.

Tingginya proporsi fungsi komersial yang didorong pemerintah dari 20% menjadi 50% justru menimbulkan kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat mengurangi efektivitas dalam menyerap gabah dari para petani. Untuk mencapai target swasembada pangan, transformasi lembaga Bulog menjadi sangat penting dan harus menghindari orientasi komersial.

Saat ini, stabilitas harga pangan sering kali dianggap stabilitas semu yang bergantung pada pendanaan negara yang cukup besar. Dengan perubahan ini, Bulog diharapkan dapat mengurangi praktik KKN dan mengarahkan tata kelola menuju sistem yang lebih transparan dan bertanggung jawab. Namun, fokus yang terpecah dalam kinerja Bulog sering kali menjadi hambatan dalam penyerapannya terhadap gabah petani.

Jakarta, 21 November 2024 - Presiden Prabowo Subianto mengembalikan fungsi Perum Bulog ke arah lembaga non-konvensional yang tidak berbisnis. Eliza Mardian menilai bahwa baik model tata kelola Bulog di era Soeharto maupun saat ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Meski Bulog menjadi lebih profesional dan akuntabel, model ini juga menyimpan berbagai masalah struktural yang signifikan.

Fungsi Bulog yang kini lebih terbatas hanya pada beberapa komoditas, seperti beras, jagung, dan kedelai, membuat respons dan kemampuannya menjadi kurang optimal dibandingkan dengan masa jabatan Soeharto. Tantangan besar tetap dihadapi, termasuk keterbatasan pendanaan dan penugasan yang sering kali bertabrakan dengan kebutuhan mendesak di lapangan.

Kesimpulannya, meskipun ada perubahan arah yang diharapkan, Bulog masih perlu beradaptasi dengan berbagai tantangan yang ada, serta menemukan keseimbangan antara perannya sebagai stabilisator pangan dan kemampuan untuk menjalankan fungsi komersial yang sehat.

Sekian ulasan komprehensif mengenai prabowo kembalikan bulog ke jaman soeharto apa angin segar atau bumerang yang saya berikan melalui internasional Dalam tulisan terakhir ini saya ucapkan terimakasih selalu bergerak maju dan jaga kesehatan lingkungan. Ajak temanmu untuk melihat postingan ini. semoga artikel berikutnya bermanfaat untuk Anda. Terima kasih.

© Copyright 2024 - TV7 News Informasi Berita Terupdate dan Terbaru Indonesia
Added Successfully

Type above and press Enter to search.

Close Ads